Selasa, 27 April 2010


dakwatuna.com – Hidup ini adalah perjuangan dan perjuanganlah yang membuat kita hidup. Jihad fi sabilillah merupakan puncak ajaran Islam. Sehingga umat Islam yang melaksanakannya akan mendapatkan kemuliaan dan kejayaan di dunia dan surga Allah di akhirat.

Sebaliknya mereka yang meninggalkan jihad dan tidak terbersit sedikitpun dalam hatinya untuk berjihad akan hina dan menderita di dunia serta mendapatkan siksa Allah di neraka. Jihad adalah satu-satunya jalan bagi umat Islam untuk meraih kejayaan Islam, merdeka dari penjajahan dan meraih kembali tanah yang hilang.

Ketika umat Islam lalai terhadap kewajiban, maka Allah akan menghinakan mereka. Rasulullah saw. bersabda,” Jika kalian telah berdagang dengan ‘Inah (sistem riba’), mengikuti ekor-ekor sapi (sibuk beternak), rela bercocok tanam dan meninggalkan jihad, pasti Allah akan menimpakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabut kehinaan itu hingga kalian kembali ke ajaran agama kalian.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Baihaqi).

Imam Syahid Hasan al-Banna berkata: Sesungguhnya umat yang mengetahui bagaimana cara membuat kematian, dan mengetahui bagaimana cara meraih kematian yang mulia, Allah pasti memberikan kepada mereka kehidupan mulia di dunia dan keni’matan yang kekal di akhirat. Wahn (kelemahan) yang menghinakan kita tidak lain karena penyakit cinta dunia dan takut mati. Maka persiapkanlah jiwa kalian untuk amal yang besar, dan semangatlah menjemput kematian niscaya diberi kehidupan. Ketahuilah bahwa kematian adalah kepastian dan tidak datang kecuali satu kali. Jika engkau menjadikannya di jalan Allah, maka hal itu merupakan keuntungan dunia dan ganjaran akhirat.

Definisi Jihad (Pengertian Jihad)

Jihad secara bahasa berarti mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuannya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Dan secara istilah syari’ah berarti seorang muslim mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuannya untuk memperjuangkan dan meneggakan Islam demi mencapai ridha Allah SWT. Oleh karena itu kata-kata jihad selalu diiringi dengan fi sabilillah untuk menunjukkan bahwa jihad yang dilakukan umat Islam harus sesuai dengan ajaran Islam agar mendapat keridhaan Allah SWT.

Imam Syahid Hasan Al-Banna berkata, “Yang saya maksud dengan jihad adalah; suatu kewajiban sampai hari kiamat dan apa yang dikandung dari sabda Rasulullah saw.,” Siapa yang mati, sedangkan ia tidak berjuang atau belum berniat berjuang, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah”.

Adapun urutan yang paling bawah dari jihad adalah ingkar hati, dan yang paling tinggi perang mengangkat senjata di jalan Allah. Di antara itu ada jihad lisan, pena, tangan dan berkata benar di hadapan penguasa tiran.

Dakwah tidak akan hidup kecuali dengan jihad, seberapa tinggi kedudukan dakwah dan cakupannya yang luas, maka jihad merupakan jalan satu-satunya yang mengiringinya. Firman Allah,” Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad” (QS Al-Hajj 78).

Dengan demikian anda sebagai aktifis dakwah tahu akan hakikat doktrin ‘ Jihad adalah Jalan Kami’

Tujuan Jihad

Jihad fi sabilillah disyari’atkan Allah SWT bertujuan agar syari’at Allah tegak di muka bumi dan dilaksanakan oleh manusia. Sehingga manusia mendapat rahmat dari ajaran Islam dan terbebas dari fitnah. Jihad fi sabilillah bukanlah tindakan balas dendam dan menzhalimi kaum yang lemah, tetapi sebaliknya untuk melindungi kaum yang lemah dan tertindas di muka bumi. Jihad juga bertujuan tidak semata-mata membunuh orang kafir dan melakukan teror terhadap mereka, karena Islam menghormati hak hidup setiap manusia. Tetapi jihad disyariatkan dalam Islam untuk menghentikan kezhaliman dan fitnah yang mengganggu kehidupan manusia. (QS an-Nisaa’ 74-76).

Macam-Macam Jihad

Jihad fi Sabilillah untuk menegakkan ajaran Islam ada beberapa macam, yaitu:

  1. Jihad dengan lisan, yaitu menyampaikan, mengajarkan dan menda’wahkan ajaran Islam kepada manusia serta menjawab tuduhan sesat yang diarahkan pada Islam. Termasuk dalam jihad dengan lisan adalah, tabligh, ta’lim, da’wah, amar ma’ruf nahi mungkar dan aktifitas politik yang bertujuan menegakkan kalimat Allah.
  2. Jihad dengan harta, yaitu menginfakkan harta kekayaan di jalan Allah khususnya bagi perjuangan dan peperangan untuk menegakkan kalimat Allah serta menyiapkan keluarga mujahid yang ditinggal berjihad.
  3. Jihad dengan jiwa, yaitu memerangi orang kafir yang memerangi Islam dan umat Islam. Jihad ini biasa disebut dengan qital (berperang di jalan Allah). Dan ungkapan jihad yang dominan disebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah berarti berperang di jalan Allah.

Keutamaan Jihad dan Mati Syahid

Beberapa ayat Alquran memberikan keutamaan tentang berjihad. Di antaranya, (QS an-Nisaa’ 95-96)(QS as-Shaff 10-13).

Rasulullah SAW bersabda: Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah SAW ditanya: ”Amal apakah yang paling utama?” Rasul SAW menjawab: ”Beriman kepada Allah”, sahabat berkata:”Lalu apa?” Rasul SAW menjawab: “Jihad fi Sabilillah”, lalu apa?”, Rasul SAW menjawab: Haji mabrur”. (Muttafaqun ‘alaihi)

Dari Anas ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Pagi-pagi atau sore-sore keluar berjihad di jalan Allah lebih baik dari dunia seisinya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Dari Anas ra bahwa nabi SAW bersabda: ”Tidak ada satupun orang yang sudah masuk surga ingin kembali ke dunia dan segala sesuatu yang ada di dunia kecuali orang yang mati syahid, ia ingin kembali ke dunia, kemudian terbunuh 10 kali karena melihat keutamaan syuhada.” (Muttafaqun ‘alaihi)

”Bagi orang yang mati syahid disisi Allah mendapat tujuh kebaikan: 1. Diampuni dosanya dari mulai tetesan darah pertama. 2. Mengetahui tempatnya di surga. 3. Dihiasi dengan perhiasan keimanan. 4. Dinikahkan dengan 72 istri dari bidadari. 5. Dijauhkan dari siksa kubur dan dibebaskan dari ketakutan di hari Kiamat. 6. Diletakkan pada kepalanya mahkota kewibawaan dari Yakut yang lebih baik dari dunia seisinya. 7. Berhak memberi syafaat 70 kerabatnya.” (HR at-Tirmidzi)

Hukum Jihad Fi Sabilillah

Hukum Jihad fi sabilillah secara umum adalah Fardhu Kifayah, jika sebagian umat telah melaksanakannya dengan baik dan sempurna maka sebagian yang lain terbebas dari kewajiban tersebut. Allah SWT berfirman:

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (QS at-Taubah 122).

Jihad berubah menjadi Fardhu ‘Ain jika:

1. Muslim yang telah mukallaf sudah memasuki medan perang, maka baginya fardhu ‘ain berjihad dan tidak boleh lari.

”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS al-Anfal 15-16).

2. Musuh sudah datang ke wilayahnya, maka jihad menjadi fardhu ‘ain bagi seluruh penduduk di daerah atau wilayah tersebut .

”Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS at-Taubah 123)

3. Jika pemimpin memerintahkan muslim yang mukallaf untuk berperang, maka baginya merupakan fardhu ‘ain untuk berperang. Rasulullah SAW bersabda:

”Tidak ada hijrah setelah futuh Mekkah, tetapi yang ada adalah jihad dan niat. Dan jika kamu diperintahkan untuk keluar berjihad maka keluarlah (berjihad).” (HR Bukhari)

Kata-Kata Jihad

Khubaib bin Adi ra. berkata ketika disiksa oleh musuhnya, “Aku tidak peduli, asalkan aku terbunuh dalam keadaan Islam. Dimana saja aku dibunuh, aku akan kembali kepada Allah. Kuserahkan kepada Allah kapan saja Ia berkehendak. Setiap potongan tubuhku akan diberkatinya”.

Al-Khansa ra. berpesan kepada 4 anaknya mengantarkan mereka untuk jihad, “Wahai anak-anakku ! Kalian tidak pernah berkhianat pada ayah kalian. Demi Allah, kalian berasal dari satu keturunan. Kalianlah orang yang ada dalam hatiku. Jika kalian menuju ke medan perang, jadilah kalian pahlawan. Berperanglah ! Jangan kembali. Aku membesarkan kalian untuk hari ini”.

Abdullah bin Mubarak berkata pada saudaranya Fudail bin Iyadh yang sedang asyik ibadah di tahan suci,” Wahai ahli ibadah di dua tahan Haram, jika engkau melihat kami, niscaya engkau akan tahu bahwa engkau hanya bermain-main dalam ibadah. Barangsiapa membasahi pipinya dengan air mata. Maka, leher kami basah dengan darah”.

Demikianlah jihad adalah satu-satunya jalan menuju kemuliaan di dunia dan di akhirat. Ampunan Allah, surga Adn, Pertolongan dan Kemenangan. Wallahu a’lam bishawaab. []


Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.

Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam.

Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : "Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.

Selain oleh pelaku individual, terorisme bisa dilakukan oleh negara atau dikenal dengan terorisme negara (state terorism). Misalnya seperti dikemukakan oleh Noam Chomsky yang menyebut Amerika Serikat ke dalam kategori itu. Persoalan standar ganda selalu mewarnai berbagai penyebutan yang awalnya bermula dari Barat. Seperti ketika Amerika Serikat banyak menyebut teroris terhadap berbagai kelompok di dunia, di sisi lain liputan media menunjukkan fakta bahwa Amerika Serikat melakukan tindakan terorisme yang mengerikan hingga melanggar konvensi yang telah disepakati.

Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua di antaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan gedung Pentagon.

Berita jurnalistik seolah menampilkan gedung World Trade Center dan Pentagon sebagai korban utama penyerangan ini. Padahal, lebih dari itu, yang menjadi korban utama dalam waktu dua jam itu mengorbankan kurang lebih 3.000 orang pria, wanita dan anak-anak yang terteror, terbunuh, terbakar, meninggal, dan tertimbun berton-ton reruntuhan puing akibat sebuah pembunuhan massal yang terencana. Akibat serangan teroris itu, menurut Dana Yatim-Piatu Twin Towers, diperkirakan 1.500 anak kehilangan orang tua. Di Pentagon, Washington, 189 orang tewas, termasuk para penumpang pesawat, 45 orang tewas dalam pesawat keempat yang jatuh di daerah pedalaman Pennsylvania. Para teroris mengira bahwa penyerangan yang dilakukan ke World Trade Center merupakan penyerangan terhadap "Simbol Amerika". Namun, gedung yang mereka serang tak lain merupakan institusi internasional yang melambangkan kemakmuran ekonomi dunia. Di sana terdapat perwakilan dari berbagai negara, yaitu terdapat 430 perusahaan dari 28 negara. Jadi, sebetulnya mereka tidak saja menyerang Amerika Serikat tapi juga dunia[1]. Amerika Serikat menduga Osama bin Laden sebagai tersangka utama pelaku penyerangan tersebut.

Kejadian ini merupakan isu global yang mempengaruhi kebijakan politik seluruh negara-negara di dunia, sehingga menjadi titik tolak persepsi untuk memerangi Terorisme sebagai musuh internasional. Pembunuhan massal tersebut telah mempersatukan dunia melawan Terorisme Internasional[2]. Terlebih lagi dengan diikuti terjadinya Tragedi Bali, tanggal 12 Oktober 2002 yang merupakan tindakan teror, menimbulkan korban sipil terbesar di dunia[3], yaitu menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300 orang. Perang terhadap Terorisme yang dipimpin oleh Amerika, mula-mula mendapat sambutan dari sekutunya di Eropa. Pemerintahan Tony Blair termasuk yang pertama mengeluarkan Anti Terrorism, Crime and Security Act, December 2001, diikuti tindakan-tindakan dari negara-negara lain yang pada intinya adalah melakukan perang atas tindak Terorisme di dunia, seperti Filipina dengan mengeluarkan Anti Terrorism Bill[4].

Banyak pendapat yang mencoba mendefinisikan Terorisme, satu di antaranya adalah pengertian yang tercantum dalam pasal 14 ayat 1 The Prevention of Terrorism (Temporary Provisions) act, 1984, sebagai berikut: “Terrorism means the use of violence for political ends and includes any use of violence for the purpose putting the public or any section of the public in fear[5].” Kegiatan Terorisme mempunyai tujuan untuk membuat orang lain merasa ketakutan sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian orang, kelompok atau suatu bangsa. Biasanya perbuatan teror digunakan apabila tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya. Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu serta menciptakan ketidak percayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok tertentu untuk mentaati kehendak pelaku teror[6]. Terorisme tidak ditujukan langsung kepada lawan, akan tetapi perbuatan teror justru dilakukan dimana saja dan terhadap siapa saja. Dan yang lebih utama, maksud yang ingin disampaikan oleh pelaku teror adalah agar perbuatan teror tersebut mendapat perhatian yang khusus atau dapat dikatakan lebih sebagai psy-war.

Sejauh ini belum ada batasan yang baku untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan Terorisme. Menurut Prof. M. Cherif Bassiouni, ahli Hukum Pidana Internasional, bahwa tidak mudah untuk mengadakan suatu pengertian yang identik yang dapat diterima secara universal sehingga sulit mengadakan pengawasan atas makna Terorisme tersebut. Sedangkan menurut Prof. Brian Jenkins, Phd., Terorisme merupakan pandangan yang subjektif[7], hal mana didasarkan atas siapa yang memberi batasan pada saat dan kondisi tertentu.

Belum tercapainya kesepakatan mengenai apa pengertian terorisme tersebut, tidak menjadikan terorisme dibiarkan lepas dari jangkauan hukum. Usaha memberantas Terorisme tersebut telah dilakukan sejak menjelang pertengahan abad ke-20. Pada tahun 1937 lahir Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Terorisme (Convention for The Prevention and Suppression of Terrorism), dimana Konvensi ini mengartikan terorisme sebagai Crimes against State. Melalui European Convention on The Supression of Terrorism (ECST) tahun 1977 di Eropa, makna Terorisme mengalami suatu pergeseran dan perluasan paradigma, yaitu sebagai suatu perbuatan yang semula dikategorikan sebagai Crimes against State (termasuk pembunuhan dan percobaan pembunuhan Kepala Negara atau anggota keluarganya), menjadi Crimes against Humanity, dimana yang menjadi korban adalah masyarakat sipil[8]. Crimes against Humanity masuk kategori Gross Violation of Human Rights (Pelanggaran HAM Berat) yang dilakukan sebagai bagian yang meluas/sistematik yang diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, lebih diarahkan pada jiwa-jiwa orang tidak bersalah (Public by innocent), sebagaimana terjadi di Bali[9].

Terorisme kian jelas menjadi momok bagi peradaban modern. Sifat tindakan, pelaku, tujuan strategis, motivasi, hasil yang diharapkan serta dicapai, target-target serta metode Terorisme kini semakin luas dan bervariasi. Sehingga semakin jelas bahwa teror bukan merupakan bentuk kejahatan kekerasan destruktif biasa, melainkan sudah merupakan kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia (crimes against peace and security of mankind)[10]. Menurut Muladi, Tindak Pidana Terorisme dapat dikategorikan sebagai mala per se atau mala in se[11] , tergolong kejahatan terhadap hati nurani (Crimes against conscience), menjadi sesuatu yang jahat bukan karena diatur atau dilarang oleh Undang-Undang, melainkan karena pada dasarnya tergolong sebagai natural wrong atau acts wrong in themselves bukan mala prohibita yang tergolong kejahatan karena diatur demikian oleh Undang-Undang[12].

Dalam rangka mencegah dan memerangi Terorisme tersebut, sejak jauh sebelum maraknya kejadian-kejadian yang digolongkan sebagai bentuk Terorisme terjadi di dunia, masyarakat internasional maupun regional serta pelbagai negara telah berusaha melakukan kebijakan kriminal (criminal policy) disertai kriminalisasi secara sistematik dan komprehensif terhadap perbuatan yang dikategorikan sebagai Terorisme[13].

Menyadari sedemikian besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindak Terorisme, serta dampak yang dirasakan secara langsung oleh Indonesia sebagai akibat dari Tragedi Bali, merupakan kewajiban pemerintah untuk secepatnya mengusut tuntas Tindak Pidana Terorisme itu dengan memidana pelaku dan aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut. Hal ini menjadi prioritas utama dalam penegakan hukum. Untuk melakukan pengusutan, diperlukan perangkat hukum yang mengatur tentang Tindak Pidana Terorisme. Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada peraturan yang ada saat ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum mengatur secara khusus serta tidak cukup memadai untuk memberantas Tindak Pidana Terorisme[14], Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1 tahun 2002, yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang dengan nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Keberadaan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di samping KUHP dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), merupakan Hukum Pidana Khusus. Hal ini memang dimungkinkan, mengingat bahwa ketentuan Hukum Pidana yang bersifat khusus, dapat tercipta karena[15]:

  1. Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu di dalam masyarakat. Karena pengaruh perkembangan zaman, terjadi perubahan pandangan dalam masyarakat. Sesuatu yang mulanya dianggap bukan sebagai Tindak Pidana, karena perubahan pandangan dan norma di masyarakat, menjadi termasuk Tindak Pidana dan diatur dalam suatu perundang-undangan Hukum Pidana.
  2. Undang-Undang yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap perubahan norma dan perkembangan teknologi dalam suatu masyarakat, sedangkan untuk perubahan undang-undang yang telah ada dianggap memakan banyak waktu.
  3. Suatu keadaan yang mendesak sehingga dianggap perlu diciptakan suatu peraturan khusus untuk segera menanganinya.
  4. Adanya suatu perbuatan yang khusus dimana apabila dipergunakan proses yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada akan mengalami kesulitan dalam pembuktian.

Sebagai Undang-Undang khusus, berarti Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 mengatur secara materiil dan formil sekaligus, sehingga terdapat pengecualian dari asas yang secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)/Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) [[(lex specialis derogat lex generalis)]]. Keberlakuan lex specialis derogat lex generalis, harus memenuhi kriteria[16]:

  1. bahwa pengecualian terhadap Undang-Undang yang bersifat umum, dilakukan oleh peraturan yang setingkat dengan dirinya, yaitu Undang-Undang.
  2. bahwa pengecualian termaksud dinyatakan dalam Undang-Undang khusus tersebut, sehingga pengecualiannya hanya berlaku sebatas pengecualian yang dinyatakan dan bagian yang tidak dikecualikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan pelaksanaan Undang-Undang khusus tersebut.

Sedangkan kriminalisasi Tindak Pidana Terorisme sebagai bagian dari perkembangan hukum pidana dapat dilakukan melalui banyak cara, seperti[17]:

  1. Melalui sistem evolusi berupa amandemen terhadap pasal-pasal KUHP.
  2. Melalui sistem global melalui pengaturan yang lengkap di luar KUHP termasuk kekhususan hukum acaranya.
  3. Sistem kompromi dalam bentuk memasukkan bab baru dalam KUHP tentang kejahatan terorisme.

Akan tetapi tidak berarti bahwa dengan adanya hal yang khusus dalam kejahatan terhadap keamanan negara berarti penegak hukum mempunyai wewenang yang lebih atau tanpa batas semata-mata untuk memudahkan pembuktian bahwa seseorang telah melakukan suatu kejahatan terhadap keamanan negara, akan tetapi penyimpangan tersebut adalah sehubungan dengan kepentingan yang lebih besar lagi yaitu keamanan negara yang harus dilindungi. Demikian pula susunan bab-bab yang ada dalam peraturan khusus tersebut harus merupakan suatu tatanan yang utuh. Selain ketentuan tersebut, pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan bahwa semua aturan termasuk asas yang terdapat dalam buku I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berlaku pula bagi peraturan pidana di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) selama peraturan di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut tidak mengatur lain[18].

Hukum Pidana khusus, bukan hanya mengatur hukum pidana materielnya saja, akan tetapi juga hukum acaranya, oleh karena itu harus diperhatikan bahwa aturan-aturan tersebut seyogyanya tetap memperhatikan asas-asas umum yang terdapat baik dalam ketentuan umum yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bagi hukum pidana materielnya sedangkan untuk hukum pidana formilnya harus tunduk terhadap ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP)[19].

Sebagaimana pengertian tersebut di atas, maka pengaturan pasal 25 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, bahwa untuk menyelesaikan kasus-kasus Tindak Pidana Terorisme, hukum acara yang berlaku adalah sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP). Artinya pelaksanaan Undang-Undang khusus ini tidak boleh bertentangan dengan asas umum Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana yang telah ada. Namun, pada kenyataannya, terdapat isi ketentuan beberapa pasal dalam Undang-Undang tersebut yang merupakan penyimpangan asas umum Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana. Penyimpangan tersebut mengurangi Hak Asasi Manusia, apabila dibandingkan asas-asas yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Apabila memang diperlukan suatu penyimpangan, harus dicari apa dasar penyimpangan tersebut, karena setiap perubahan akan selalu berkaitan erat dengan Hak Asasi Manusia[20]. Atau mungkin karena sifatnya sebagai Undang-Undang yang khusus, maka bukan penyimpangan asas yang terjadi di sini, melainkan pengkhususan asas yang sebenarnya menggunakan dasar asas umum, namun dikhususkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang khusus sifatnya yang diatur oleh Undang-Undang Khusus tersebut.

Sesuai pengaturan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP), penyelesaian suatu perkara Tindak Pidana sebelum masuk dalam tahap beracara di pengadilan, dimulai dari Penyelidikan dan Penyidikan, diikuti dengan penyerahan berkas penuntutan kepada Jaksa Penuntut Umum. Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP) menyebutkan bahwa perintah Penangkapan hanya dapat dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras telah melakukan Tindak Pidana berdasarkan Bukti Permulaan yang cukup. Mengenai batasan dari pengertian Bukti Permulaan itu sendiri, hingga kini belum ada ketentuan yang secara jelas mendefinisikannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjadi dasar pelaksanaan Hukum Pidana. Masih terdapat perbedaan pendapat di antara para penegak hukum. Sedangkan mengenai Bukti Permulaan dalam pengaturannya pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pasal 26 berbunyi[21]:

  1. Untuk memperoleh Bukti Permulaan yang cukup, penyidik dapat menggunakan setiap Laporan Intelijen.
  2. Penetapan bahwa sudah dapat atau diperoleh Bukti Permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri.
  3. Proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan secara tertutup dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
  4. Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan adanya Bukti Permulaan yang cukup, maka Ketua Pengadilan Negeri segera memerintahkan dilaksanakan Penyidikan.

Permasalahannya adalah masih terdapat kesimpang siuran tentang pengertian Bukti Permulaan itu sendiri, sehingga sulit menentukan apakah yang dapat dikategorikan sebagai Bukti Permulaan, termasuk pula Laporan Intelijen, apakah dapat dijadikan Bukti Permulaan. Selanjutnya, menurut pasal 26 ayat 2, 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, penetapan suatu Laporan Intelijen sebagai Bukti Permulaan dilakukan oleh Ketua/Wakil Ketua Pengadilan Negeri melalui suatu proses/mekanisme pemeriksaan (Hearing) secara tertutup. Hal itu mengakibatkan pihak intelijen mempunyai dasar hukum yang kuat untuk melakukan penangkapan terhadap seseorang yang dianggap melakukan suatu Tindak Pidana Terorisme, tanpa adanya pengawasan masyarakat atau pihak lain mana pun. Padahal kontrol sosial sangat dibutuhkan terutama dalam hal-hal yang sangat sensitif seperti perlindungan terhadap hak-hak setiap orang sebagai manusia yang sifatnya asasi, tidak dapat diganggu gugat.

Oleh karena itu, untuk mencegah kesewenang-wenangan dan ketidakpastian hukum, diperlukan adanya ketentuan yang pasti mengenai pengertian Bukti Permulaan dan batasan mengenai Laporan Intelijen, apa saja yang dapat dimasukkan ke dalam kategori Laporan Intelijen, serta bagaimana sebenarnya hakekat Laporan Intelijen, sehingga dapat digunakan sebagai Bukti Permulaan. Terutama karena ketentuan pasal 26 ayat (1) tersebut memberikan wewenang yang begitu luas kepada penyidik untuk melakukan perampasan kemerdekaan yaitu penangkapan, terhadap orang yang dicurigai telah melakukan Tindak Pidana Terorisme, maka kejelasan mengenai hal tersebut sangatlah diperlukan agar tidak terjadi pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dengan dilakukannya penangkapan secara sewenang-wenang oleh aparat, dalam hal ini penyidik.

Demikian pula perlu dirumuskan tentang pengaturan, cara mengajukan tuntutan terhadap petugas yang telah salah dalam melakukan tugasnya, oleh orang-orang yang menderita akibat kesalahan itu dan hak asasinya telah terlanggar, karena banyak Pemerintah suatu negara dalam melakukan pencegahan maupun penindakan terhadap perbuatan teror melalui suatu pengaturan khusus yang bersifat darurat, dimana aturan darurat itu dianggap telah jauh melanggar bukan saja hak seseorang terdakwa, akan tetapi juga terhadap Hak Asasi Manusia. Aturan darurat sedemikian itu telah memberikan wewenang yang berlebih kepada penguasa di dalam melakukan penindakan terhadap perbuatan teror[22].

Telah banyak negara-negara didunia yang mengorbankan Hak Asasi Manusia demi pemberlakuan Undang-Undang Antiterorisme, termasuk hak-hak yang digolongkan kedalam non-derogable rights, yakni hak-hak yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya dalam keadaan apapun[23]. Undang-Undang Antiterorisme kini diberlakukan di banyak negara untuk mensahkan kesewenang-wenangan (arbitrary detention) pengingkaran terhadap prinsip free and fair trial. Laporan terbaru dari Amnesty Internasional menyatakan bahwa penggunaan siksaan dalam proses interogasi terhadap orang yang disangka teroris cenderung meningkat[24]. Hal seperti inilah yang harus dihindari, karena Tindak Pidana Terorisme harus diberantas karena alasan Hak Asasi Manusia, sehingga pemberantasannya pun harus dilaksanakan dengan mengindahkan Hak Asasi Manusia. Demikian menurut Munir, bahwa memang secara nasional harus ada Undang-Undang yang mengatur soal Terorisme, tapi dengan definisi yang jelas, tidak boleh justru melawan Hak Asasi Manusia. Melawan Terorisme harus ditujukan bagi perlindungan Hak Asasi Manusia, bukan sebaliknya membatasi dan melawan Hak Asasi Manusia. Dan yang penting juga bagaimana ia tidak memberi ruang bagi legitimasi penyalahgunaan kekuasaan[25].

Zionis Kembali Rencanakan Bangun 321 Unit Permukiman di al Quds
[ 27/04/2010 - 02:35 ]


Alquds – Infopalestina: Dewan Islam-Kristen untuk membela al Quds dan tempat-tempat suci mengungkapkan adanya tiga rencana baru Zionis yang telah disetujui oleh pemerintah kota Israel untuk membangun 321 unit permukiman, di samping sekolah agama di kampung Sheikh Jarrah, utara al Quds.

Sekretaris Jenderal Dewan Islam Kristen, Dr. Hassan Khater, dalam sebuah pernyataan hari Senin (26/4), mengatakan, "Dokumen-dokumen yang ada di tangan kami menegaskan adanya rencana tersebut, yang akan dibangun di atas lahan 18 hektar di kampung terebut." Dia menyatakan bahwa dua dari tiga proyek yang akan dibangun didanai oleh Millionaire Yahudi "Moskowitz" dan anak-anaknya.

Khater menjelaskan abhwa pemerintah penjajah Zionis yang didukung oleh kelompok ekstrimis Zionis, berusaha untuk mengusir penduduk al Quds dan menyempurnakan penguasaan rumah-rumah dan properti yang tersisa; sebagai persiapan untuk dihancurkan dan didirikan rencana Zionis tersebut di atas reruntuhannya.

Khater menyatakan penjajah Zionis, berdasarkan rencana tersebut, bermaksud mengubah nama kampung terebut menjadi kampung Shimon untuk menggantikan nama kampung Syaikh Jarrah. Praktik-praktik ini mengungkap wajah sesungguhnya dari penjajah Zionis, yang bekerja untuk melakukan yahudisasi segala sesuatu di al Quds: geografi, sejarah, identitas dan tempat-tempat suci.

Khater mengatakan, "Ini proyek, jika dilaksanakan, akan menjadi sambuk permukiman untuk mengisolasi kota al Quds, disamping akan memblokade Kota Tua dari sisi utara. Ini dianggap Israel sebagai tujuan terbesar untuk yahudinisasi al Quds.

Langkah Israel ini juga akan memecah-mecah persatuan geografi, mengisolasi daerah pinggiran dan perkampungan Arab satu dengan yang lainnya. Hal ini jelas akan memperparah penderitaan warga al Quds dan perasaan keterasingan mereka di tanah air dan kampung halamnnya sendiri.

Khater menilai apa yang terjadi ini bukan hanya masalah bagi warga al Quds, namun merupakan perang terhadap bangsa Palestina dan Arab secara keseluruhan. Karena hilangnya kampung Syaikh Jarrah berarti hilangnya Kota Lama di al Quds, hilangnya al Aqsha dan hilangnya gereja Kiamat

Dia meminta para pemimpin Palestina, Liga Arab Negara dan Organisasi Konferensi Islam agar segera berintak menghentikan pelaksanaan rencana ini. Dia mengingatkan adanya tokoh politik senior yang memantau rencana ini seperti anggota Knesset dan mantan Menteri Pariwisata Benny Elon, serta tokoh politik lainnya, lembaga keuangan dan pengusaha. (asw)


Asalkan waspada dan hati-hati serta tidak mudah percaya, insyaAllah gak akan terbodohi.

Dulu kira2 tahun 2004-an saya pernah ketemu dengan teman lama (sebutlah namanya "Rika " biar lebih gampang ceritanya) yang sebelumnya menelepon meminta saya untuk menjadi koresponden seputar film untuk majalah independen kawannya. Kami janjian di mc'd orion/rawamangun, disana saya ketemu Rika dan temennya... singkat kata saya diajak ke tempat orang (yang katanya) memiliki majalah tsb.. saya pergi dengan temennya Rika naik motornya dia, sedangkan Rika menyusul naik angkot, sebelumnya rika mengaku belum pernah ketemu apalagi kerumah orang ini sekalipun.

Saya diajak naik motor muter2 kaya obat nyamuk sampe tiba di tengah jalan yang diapit sawah, trus muter2 jaauuuuh bgtt sampe masuk ke sebuah komplek perumahan dan berhenti di sebuah rumah. Disana udah ada rika, lagi duduk sambil minum teh sambil ngobrol2 sama 1 orang cowo. Hebat kan??? Jalanan rawa mangun tengah hari yang lumayan penuh, tapi dia (yg katanya belum pernah kesana) bisa sampe duluan naik angkot.. sedangkan saya yg naik motor dengan orang yang sudah biasa kesana bisa telaaaatt bgtt sampenya (saya tahu karena liat di gelas rika minuman dah mo abis) hawhaw saya udah merasa dibodohi tapi "diem aja dulu ah.. kepingin tau" kata saya dalam hati.

Kami ngobrol2 di teras depan seputar usaha bakmie yang dia dirikan dan telah memiliki banyak sekali cabang, serta relasi-relasinya yang menduduki banyak posisi penting di perusahan dan lain-lain, termasuk tawaran menggiurkannya yang bilang akan membantu promosi musik yg saya buat dan mainkan... Ditengah pembicaraan kami tiba² seorang cewe cantik sexy datang mengantar minuman untuk saya, anehnya itu cewe 'main mata' pas ngasih minuman... "wah ada yang aneh nih...dalam kondisi gw berandalan begini koq bisa di lirik cewe, cakep bgt pula" pikir saya saat itu yg merasa janggal karena jarang dilirik cw yg kurang cakep apalagi yg cakep bgt hahaha... Sampai akhirnya tiba2 topik pembicaraan kami menyangkut soal Al-Quran dan agama islam. "Kalo ngobrolin Al-Qur'an didalem aja yuk.. gak enak disini" kata si orang yang tidak mau menyebutkan namanya itu saat berkenalan berjabat tangan.

Kami masuk ke sebuah kamar ber-ac yang amat sangat tertutup rapat, sampai² jendela aja disemen. Kami berempat duduk di karpet menghadap white board panjang lebar, masing2 diberi 1 buah al-Quran terjemahan. Si orang itu (sebutlah namanya si "o'on" biar gampang ceritanya hehe). Si o'on menyuruh kita semua membuka dan membaca terjemahan ayat yang dia sebutkan.. kemudian memaksakan "isi" menurut tafsirannya sendiri kepada saya... tapi selalu terbantah, karena setap si o'on menyuruh saya membaca sebuah ayat, selalu saya baca dari 2-3 ayat sebelumnya dan 2-3 ayat setelahnya, dan tafsiran dia selalu berlawanan dengan ayat sebelumnya atau setelahnya, atau berlawanan dengan ayat dari surat lain yang ia sebutkan. Hal itu berlanjut hingga ia menggambar sebuah analogi untuk menerangkan bahwa "kita semua masih kafir", dan alhamdulillah Allah selalu memberikan saya fikiran untuk mengartikan analogi yg dia buat dengan sudut pandang yg berbeda.

mereka akan membodohi anda dengan kalimat ini:

si O'on: "kita semua masih kafir, karena hidup dibawah aturan yg dibuat manusia UUD 1945 dan Pancasila.. bukan dibawah Al-Qur'an dan hukum Islam! Karena manusia dilarang membuat aturan apapun, yang mempunyai kuasa itu" hanya Allah".
Saya: "Apakah Pancasila dibuat untuk menentang Hukum Al-Qur'an dan Islam, ataukah dibuat dengan mempertimbangkan penuh aturan-aturan yg ada dalam Islam?? Jika dibuat untuk menentang, bagian yg mana" Saya sebut sila 1 sampe ke 5 dan saya tanya bagian mana yang berlawanan dengan Islam?
si O'on: meneng bae.
Saya: "Jika memang manusia dilarang membuat peraturan apapun, ayat atau hadits apa yg menjadi dasarnya?"
si O'on: Meneng bae again.
Saya: "Bagaimana dengan Fiqh?"
si O'on: meneng as always.
*Orang yang tadinya mengaku sudah katam dalam mempelajari Al-Quran dan bersikap seperti seorang ustadz yang kepenuhan ilmu² Islam, ternyata gak tau apa-apa soal Agama yang mulia ini. Inilah kawan... Ayat yang mereka pakai itu selalu ayat2 yang sama, yang juga dulu dipake untuk membodohi mereka dan kebanyakan dari mereka tidak tahu apa-apa soal Islam.. kecuali dari "combat kit" yang sudah dirancang oleh atasannya.

Kemudian mereka akan berusaha membodohi anda dengan analogi² gambar..
Berikut analoginya (mungkin perlu diwaspadai):

Si O'on (sambil gambar): "negara indonesia itu ibarat sebuah tong sampah yang kotor, dan orang beriman itu ibarat apel yang terbungkus dengan rapat didalam tong sampah tersebut. Walaupun tertutup rapat, namun kita sebut apa apel tsb? sampah!"
Saya (pinjem spidolnya):"Okeh mas kita pake analoginya.. sekarang kita ganti apel/orang beriman tersebut dengan berlian yang sama sekali tidak tertutup rapat. Walaupun berlian itu ada di dalam tong sampah, tercampur dengan sampah, terkena kotoran-kotoran.. masih berupa berlian tidak? ataukah kita juga akan menyebut berlian tersebut adalah sampah dan kita menjadi jijik karenanya?? Tidak khan?! Itu saja dari penglihatan kita yang terbatas, apalagi dari Allah yang Maha Tahu dan Maha Melihat siapa saja hamba-Nya yg beiman!"

Dan banyak sekali hal yang kami debatkan...mereka akan memutar logika anda agar sehingga pada akhirnya ada akan berkata "oh iya yah.. bener juga". Tidak berhenti berfikir dan memohon perlindungan-Nya adalah kunci agar tidak tersesat.
Oh iya.. ditengah diskusi kami itu, saya sempat minta izin ke kamar mandi dan saya melihat dari pintu yang terbuka sedikit, sebuah ruangan dengan meja panjang dan banyak orang laki² dan perempuan duduk disitu. Mereka tidak pernah keluar ruangan sejak awal saya datang. "Wah dikeroyok ni gw" pikir saya saat itu.

Si o'on yang tadinya ramah, sekarang emosi, mukanya selalu merah memukul-mukul spidol ke lantai setiap saya debat dengannya. Saya yang juga sudah terlanjur emosi dan membuat dia terlihat sangat marah dan tersinggung saat saya bilang "Ga usah pake analogi²an segala buat ngebodohin gw, sini spidolnya gw bikinin lo analogi". Akhirnya wajah emosinya berubah menjadi wajah bingung saat saya tanya tentang tujuan awal saya datang kesini: KORESPONDEN FILM yang sejak awal tidak pernah disinggung sama sekali. Tadinya saya pikir saya tidak akan keluar hidup² dari situ, tapi saat itu tekad jihad sudah bulat, jadi saya pindah tempat duduk disebelah si o'on, siap2 nyandera dia kalo ada apa-apa hahaha..
Alhamdulillah saya berhasil keluar dengan dalih sudah punya janji dengan orang lain, dan si o'on sebagai orang yang mengerti Islam pasti mengetahui apa arti "janji" didalam Islam, kata saya padanya. Hujan lebat saya keluar dari situ ke pangkalan ojek (ternyata saya ada di kali malang) dan saya laporkan sama mereka kalo di rumah itu ada aliran sesat hahaha... trus pulang deh.
Si Rika dan kawannya? mereka adalah pengikut si o'on.

Tidak lama setelah itu, ex.GF saya juga mengalami hal tersebut, dikenalkan dengan orang di Kalibata mall oleh seorang teman, singkat cerita dibawa dengan mata tertutup didalam mobil kijang ke daerah utan kayu jakarta, tapi akhirnya tidak terjerumus, dia menghilang untuk beberapa hari, ngumpet. Saat saya telp no.kawannya itu, sudah tidak aktif.

Semoga dapat membantu untuk lebih waspada.

Pemuda


Antara Moderat Dan Eksterm Pada

zaman rasulullah ada seseorang yang banyak berbicara sehingga digelari
simulut besar setiap rasulullah saw berbicara , ia berusaha menimpali
agar dapat melebihi pembicaraan rasulullah . Hasan al-Bashri pernah
mendengar sebuah nasihat yan amat jelas uraiannya , namun sedikit pun
ia tak tersentuh . ini karena tidak memenuhi syarat sebagai nasihat
yang baik dipandang dari segi ketulusan dan kesungguhan Cela
piskis dapat ditemui pada bnyak orang , baik dikalangan para pemeluk
agama maupun orang atheis .telah umum diketahui bahwa maksiat hati
lebih berbahaya dari pada maksiat anggota tubuh .kesombongan lebih
buruk dari pada mabuk , meskipun Allah mensyariatkan hukuman langsung
kepada orang yang mabuk dan menangguhkan siksaan bagi orang yang
sombong di akhirat kelak . Nabi musa menegaskan kepada firaun , sebagaimana diterangkan dalam al-quran : “sesungguhnya
aku dating kepada mu dengan membawa bukti yang nyata dari tuhan mu
,maka lepaskanlah bani israil (pergi) bersama aku.”
(al-araaf:105).al-quran menyitir jawaban firaun terhadap jawaban nabi
musa a.s. , sebagai berikut : “sesungguhnya musa ini adalah ahli sihir yang pandai ,bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negeri mu .” (al-A’raaf 109-110) . Anarki
politik merupakan lahan subur pertumbuhan firaunisme . firaunisme
ditimur lebih banyak ketimbang di barat . firaunisme batu sandungan
bagi perkembangan bangsa-bangsa , karena rahasia penyebaran sifat
–sifat jahat , baik kecil ataupun besar , berada ditangan isme ini. Menurut penulis[1]
para pemuda yang ekstern itu telah mengalami distorsi temperamen
.karena kita memiliki visi yang jauh dan misi yang suci , tentu kita
akan memilih yang lebih ringan antra dua pilihan , selama tidak
melanggar syariat . akan tetapi sebaliknya , pemuda-pemuda itu memilih
yng sulit Apakah
kelompok ekstern ini mempunyai hubungan spiritual dan intelektual
dengan golongan khawarij ? tampaknya berbeda . karena seperti dikatakan
oleh hakim walid daripemerintahan rasyid , khawarij mempunyai pandangan
positif terhadap musyawarah dan memiliki sikap yang bersih melebih-lebihkan dan mengurangi pada
dasarnya perbedaan pendapat dalam fikih tidak boleh memperlemah ukuwah
islamiyah dan menimbulkan percekcokan . akan tetapi, kelompok eksterm
berkecederungan membesar-besarkan masalah kecil memicu konflik
prinsipil ekstremitas
ttidak terjadi pada kondisi social yang mapan . penyimpangan psikologis
tersebut terjadi pada masa krisis pandangan , ketika masalah khilafiyah
dibesar-besarkan . misalnya , posisi tangan dan kaki dalam shalat. Kelemahan
lain yang berbahaya adalah mereka terlampau cepat menuduh pelaku dosa
sebagai kafir atau fasik. Muslim yang meninggalkan shalat karena
mengingkari kewajiban syari . berarti keluar dari islam . sedangkan
orang-orang yang malas melakuakn shalat tetep mengekui dasar
pensyariatannya. Tetap saja mereka menegaskan ,” Wajib di bunuh .” Selama
dosa yang diperbuat manusia termasuk dosa syirik , insya Allah , dia
berkenan mengampuninya . memang di antara kelompok eksterm itu ada yang
benar-benar berniat baik dan keinginan memperoleh ridho Allah . akan
tetapi, kekurangannya adalah kedangkalan pengetahuan dan pemahaman
keislamannya . andaikan mereka berwawasan luas , tentu semangat dan
komitmen mereka sangat bermanfaat bagi islam. Para
pendidik dan pemimpin hendaknya menyikapi para pemuda yang bersikap
eksterm dengan penuh kearifan . merupakan suatu keharusan untuk meminta
bantuan para ulama yang peka dan independent untuk membina mereka . ini
karena mereka enggan berkolusi , apalagi dibina , oleh orang-orang yang
berada dalam lingkaran kekuasaan